Friday, September 20, 2024

Tantangan Pembangunan Kota di Tengah Kebijakan Hilirisasi Nikel

 

Kebijakan hilirisasi nikel yang digaungkan pada tahun 2023 ditujukan untuk menciptakan ekosistem yang kompetitif pada rantai nilai baterai dan kendaraan listrik. Kebijakan ini juga digadang mampu meningkatkan investasi asing dan industrialisasi di luar Pulau Jawa. Memang sebanyak 40% cadangan nikel dunia ada di Indonesia, paling besar tersebar di Pulau Sulawesi dan Maluku. Bahkan saat ini sudah beroperasi beberapa kawasan industri nikel di kedua wilayah tersebut, seperti Morowali, Konawe, Sorowako, Obi, hingga Weda. 

Geliat industri nikel yang masif menarik banyak tenaga kerja, baik lokal maupun asing untuk bermigrasi ke kawasan industri. Secara alamiah, tenaga kerja yang tidak mendapatkan fasilitas mess akan memilih tinggal di kawasan paling dekat dengan kawasan industri. Aturan permukiman yang seharusnya berjarak 2 km dari kawasan industri pun tidak dihiraukan. Tingginya permintaan akan hunian pekerja justru mendorong masyarakat setempat untuk membangun kos-kosan, mulai dari yang non permanen, semi permanen hingga permanen. Semakin lama kawasan tersebut kemudian tumbuh menjadi kawasan permukiman pekerja.  Sayangnya sebagian besar kawasan permukiman yang berkembang dibangun tanpa standar sehingga memicu munculnya kekumuhan di sekitar kawasan industri. 

Lalu bagaimana sebenarnya fenomena ini dilihat dari sudut pandang pembangunan kota? Serta apa yang biasanya terjadi pada kawasan permukiman di sekitar industri dan pertambangan mineral?

Mining town, istilah yang muncul untuk menggambarkan tumbuhnya suatu wilayah karena urbanisasi akibat adanya aktivitas industri. Perkembangan industri biasanya menjadi faktor yang signifikan dalam pembangunan perkotaan. Dimulai dari perumahan untuk para pekerja dan keluarganya, kemudian wilayah tersebut tumbuh dilengkapi dengan sarana prasarana pendukungnya. Di mining town terjadi transisi pekerjaan penduduk asli, dari yang mulanya sektor non mineral seperti pertanian, perkebunan atau perikanan menjadi pekerja di sektor mineral. 

Nyatanya, praktik di beberapa negara menunjukkan adanya transformasi mining city menjadi ghost city atau ghost town. Setelah sumber daya mineral habis dan kegiatan industri tidak berjalan lagi, para pekerja sedikit demi sedikit meninggalkan kawasan industri dan permukimannya sehingga kota menjadi mati. 

Swansea, salah satu ghost town di Arizona Territory, Amerika Serikat. Pada awalnya Swansea adalah mining town sebagai lokasi pemrosesan dan peleburan tembaga. Perusahaan mining mulai masuk di kawasan tersebut pada tahun 1904. Populasi tumbuh dari yang mulanya sebanyak 300 orang kemudian menjadi 500 orang. Untuk mendukung aktivitas penduduknya, dibangun berbagai fasilitas, termasuk teater, restoran hingga barbershop. Pada tahun 1912, perusahaan mining di Swansea mengalami kebangkrutan karena masalah finansial. Akhirnya setelah 33 tahun perusahaan beroperasi, atau tepatnya di tahun 1937, kegiatan di Swansea berhenti total dan wilayah tersebut menjadi ghost town. 

Sama halnya dengan di Atacama, Chili yang memiliki cadangan nitrat cukup besar. Perusahaan mulai beroperasi di wilayah tersebut dari tahun 1930 kemudian tutup pada tahun 1996 atau artinya perusahaan beroperasi selama 66 tahun. Permukiman penduduknya terpusat di Pedro de Valdivia. Zona permukiman terbagi untuk American neighbourhood dan working class neighbourhood. Tidak kurang dari 14.000 penduduk tinggal di wilayah tersebut. Pusat perbelanjaan, teater, restoran, gereja, rumah sakit hingga sekolah dibangun untuk mendukung kegiatan penduduk. Setelah kegiatan industri berakhir, Pedro De Valdivia menjadi ghost town dan ditetapkan sebagai bagian UNESCO World Heritage.  

Swansea dan Pedro de Valdivia sebenarnya tidak sepadan untuk dibandingkan dengan kawasan industri nikel yang ada di Indonesia. Peningkatan jumlah populasi akibat migrasi pekerja di kawasan industri nikel Indonesia jauh lebih tinggi, misalnya saja Kawasan Industri Weda yang diproyeksikan akan menarik 100.000 tenaga kerja. Tentu saja transformasi kawasan menjadi ghost town bukanlah hal yang diinginkan baik oleh pemerintah atau masyarakat. Apabila hal tersebut terjadi, investasi sarana prasarana pendukung yang telah dibangun akan terbengkalai dan rusak. 




Ghost Town, Pedro de Valdivia, Atacama, Chili (viagens.sapo.pt, 2024)


Lalu apa yang dapat dilakukan? Diversifikasi kegiatan ekonomi menjadi salah satu solusi jangka panjang. Usaha di sektor mineral bukanlah usaha yang sustain, memiliki jangka waktu terbatas dan kegiatan akan berhenti apabila cadangan mineralnya telah habis. Oleh karena itu, hanya bergantung pada kegiatan ekonomi mineral bukanlah menjadi hal yang bijak. Pemangku kepentingan harus mulai menggali potensi ekonomi lain di wilayah tersebut serta memitigasi agar pembangunan infrastruktur fisik maupun non fisik juga mampu mendukung kegiatan ekonomi tersebut.   


Disamping itu, pembangunan kota dan permukiman harus melibatkan masyarakat asli setempat atau sekitar wilayah tersebut. Participatory process ini diharapkan mampu meningkatkan kepemilikan masyarakat terhadap kota dan mencegah gentrifikasi. 


Ditulis oleh:
Dwi Jayanti Ratnasari, Associate Planner






Share this post:  
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment