Konon, kejeniusan terbentuk dari ruang tempat manusia tinggal. Aristoteles di Athens, misalnya. Atau Isaac Newton, di tempatnya merenung ketika melihat sebutir apel terjatuh tepat di kepalanya.
Konsep Genius Loci inilah yang mengilhami terbentuknya Eva Lanxmeer, sebuah kawasan di kota Culemborg yang terletak di bagian tengah Negara Belanda. Kawasan ini awalnya hanya berupa lahan kosong, yang kemudian bertransformasi menjadi kawasan mandiri melalui harmonisasi yang apik antara pemerintah, akademisi, dan swasta (belakangan, penduduk setempat juga ikut berkolaborasi dalam mendesain kawasan tersebut). Ide mereka sederhana. Mengidentifikasi genius loci yang terdapat di kawasan tersebut, untuk kemudian mempertahankan atau meningkatkannnya, dengan mengusung konsep 'sustainability ecosystem' (konsep yang sudah jamak ditemukan di Belanda).
Tantangan terbesarnya kemudian adalah bagaimana menterjemahkan konsep 'sustainable' dan ide-ide mengalir para stakeholder yang tercetus ke dalam implementasi pembangunan kawasan, yang terkadang berseberangan dengan kaidah perencanaan yang telah disusun oleh Pemerintah Kota. Untuk menjembatani gap tersebut, dibentuk satu project group yang bertugas menganalisa setiap ide yang berpotensi untuk diimplementasikan, termasuk kendala dan possibility-nya. Grup tersebut terdiri dari leader, ahli urban planning, pemerintah kota, dan arsitek lanskap.
They might have discussed, argued, and they sometimes agreed and disagreed upon the ideas. However, they were able to compromised.
Hasilnya adalah keseimbangan hampir di semua lini. Mereka sepakat untuk menutup siklus energi dengan cara menyeimbangkan energi yang masuk dengan energi yang keluar. Energi dan air adalah dua diantara komponen yang mampu mereka seimbangkan di kawasan tersebut. Whats in, comes out. Misalnya, dengan menangkap air hujan melalui daerah resapan yang luas dan bervariasi (hutan, semak-semak, dan selokan), mengolah grey water untuk kebutuhan sekunder (mencuci mobil atau flush toilet, misalnya), dan memanfaatkan solar panel untuk menabung energi listrik di musim dingin.
Akibatnya? Konsumsi energi rumah tangga yang relatif rendah. Listrik diproduksi dari solar panel. Pemanas ruangan diekstrak dari uap air tanah. Penduduknya bahkan mendirikan perusahaaan energi khusus untuk menangani hal ini, agar dapat dikelola secara profesional.
Berdasarkan penelusuran singkat ketika sedang melakukan kunjungan lapangan mata kuliah 'Planning and Design of Urban Space' di Belanda Tahun 2017 silam, ada beberapa hal menarik yang saya tangkap dari desa tersebut. Paling tidak, yang belum jamak saya temukan di negeri ini dan worth to write.
Kantong parkir
Semewah dan sebanyak apapun mobil yang dimiliki, sayangnya, penduduk Eva-Lanxmeer tidak akan bisa memamerkannya di garasi depan rumah mereka. Ya, pengelola kawasan ini melarang kendaraan roda empat untuk masuk ke dalam jalan kawasan (pengecualian untuk kondisi tertentu, for medical purpose misalnya). Beberapa kantong parkir disediakan untuk menampung mobil penghuni kawasan yang berlokasi di dekat jalan utama. They have to walk home, literally. Bahkan, terdapat sharing car yang dikelola oleh pihak swasta. Mobil bersama ini disewakan kepada penduduk setempat, cukup dengan mengunduh aplikasinya melalui gawai.
Apa efek positif dari parkir terpusat ini? Selain jalan kawasan menjadi area ramah anak dan pejalan kaki (mereka bisa bebas berjalan kaki dan bersepeda di sepanjang jalan di dalam kawasan), rumah penduduk juga terbebas dari polusi udara dan suara.
Solar panel
Sebagai upaya untuk menghemat energi, hampir seluruh rumah (yang saya temui selama eksursi) telah menggunakan solar panel, mulai dari luasan kecil sampai luasan besar. Entah ditanam di dinding tembok, atau di atap rumah, sepertinya bebas saja. Sebenarnya, Belanda memiliki musim panas yang cukup singkat untuk menyerap energi matahari ke dalam panel tersebut. Mereka negara empat musim. Bandingkan dengan negara tropis yang musim panasnya bisa berlangsung selama 6 bulan (tapi solar panel justru masih menjadi suatu hal yang langka disana).
Posisi solar panel di atap dan dinding rumah
Kebun kita, tanggung jawab kita
Alih-alih memiliki kebun pribadi, penduduk kawasan ini secara sukarela berbagi halaman belakang mereka dengan penghuni lainnya (in fact, di Belanda, rata-rata setiap rumah memiliki kebun belakang pribadi dengan sekat kayu tempat mereka bercocok tanam dan menikmati cahaya musim panas, in private). Merekapun bebas menentukan desain taman mereka, termasuk pembagian pemeliharaannya. Hasilnya adalah kebun dengan desain beraneka ragam yang selalu tertata rapi karena adanya self of belonging antar penduduknya, dan tersedianya ruang tempat anak-anak bebas berkreasi dengan alam.
Beberapa desain taman yang berbeda di Eva-Lanxmeer
Resapan air hujan: antara hutan, lahan koson, dan selokan
Resapan air berupa lahan kosong yang ditumbuhi rumput liar
Di Belanda, lahan-lahan kosong semacam ini memang 'sengaja' dikosongkan sebagai area resapan (kalau disini, sepertinya sudah ramai jadi tempat mangkal gerobak siomay dan es cendol ya?). Abaikan messy-nya. Rumput-rumput liar itu memang sengaja dibiarkan tumbuh tanpa permisi, karena tanah di bawahnya didesain agar mampu menyaring air tampungan hujan untuk kemudian dimanfaatkan untuk hal lain. Sebagai tambahan informasi, Eva-Lanxmeer merupakan kawasan percontohan mengenai sustainable ecosystem skala nasional, sehingga di beberapa tempat dipasang papan informasi seperti ini untuk mengedukasi pengunjung. Meskipun ditulis dalam bahasa Nederland, paling tidak bisa memberikan gambaran umum mengenai flow air dan fungsi dari padang rerumputan tersebut.
Selain ladang rumput liar, area resapan air lainnya berupa hutan yang lokasinya agak jauh dari permukiman penduduk, dan selokan landai yang terletak mengelilingi area permukiman. Kedua area tersebut sedang tertutup rerumputan hijau ketika saya berkunjung kesana (mungkin beda cerita jika saya berkunjung ketika musim dingin).
Hutan kecil sebagai bentuk area resapan air yang lain
Ditemani pemandu lokal yang terus-menerus memberikan penjelasan setiap kali kami melewati bangunan-bangunan atau site yang menurutnya penting untuk dijelaskan, ekskursi lapangan di siang terik ini menjadi menarik. Banyak hal baru (bagi orang kampung seperti saya) yang membuat saya berdecak kagum, dan questioning at the same time. Kapan kiranya ide sederhana seperti ini bisa dicuri dan diterjemahkan ke dalam site plan pembangunan kawasan di kampung saya tercinta.
Mungkin dalam konteks ini, John Maynard Keynes benar.
The difficulty lies not so much in developing new ideas as in escaping from old ones.
Sumber:
Barnes, Trevor J (2004). Placing ideas: genius loci, heterotopia and geography's quantitative revolution. Progress in Human Geography pp. 565-595 Vogler, A and Vittori, A (2006). Genius Loci in the Space-Age. www.eva-lanxmeer.nl www.urbangreenbluegrids.com
Ditulis oleh:
Reniati Utami (JFT TBP Pertama pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat)
IG: reniuta, LinkedIn: Reniati Utami
Ditulis oleh:
Reniati Utami (JFT TBP Pertama pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat)
IG: reniuta, LinkedIn: Reniati Utami