Mencok atau Pencok merupakan sebutan warga Banjarmasin untuk nge-rujak atau makan rujak. Mencok umum dilakukan oleh warga Banjarmasin dalam kesehariannya. Siang maupun malam hari, tua-muda, pria-wanita, berbagai dalam satu wadah besar pencok-an. Tidak ada waktu dan lokasi khusus untuk melakukan Mencok-an. Umumnya Mencok-an dimulai oleh dua hingga tiga orang ibu-bu. Sembari bercerita, para ibu-ibu menawarkan kepada siapapun yang dilihatnya. Perlahan, suasana Mencok-an semakin ramai.
Gambar 1. Para Acil yang sedang menyiapkan Mencok-an
Tidak ada buah khusus dalam tradisi Mencok-an ini. Pada dasarnya, semuah buah dan sayuran dapat di Pencok. Para Acil (sapaan akrab untuk wanita yang lebih tua) biasanya menggunakan bahan-bahan yang tersedia di dapur maupun bahan yang mudah ditemukan disekitar kampungnya seperti Ketimun, Bengkoang, Mangga Muda (Mangga Mentah), Jambu Air, Nanas, Pepaya, Pisang Muda, dan lain sebagainya.
Mencok-an di Banjarmasin, dikombinasikan dengan bumbu khusus yang disebut Uyahwadi. Uyahwadi merupakan garam dari hasil sisa fermentasi ikan. Garam tersebut ditambahkan dengan irisan cabai merah sebagai penguat rasa. Menurut Acil, Uyahwadi sangat cocok dinikmati dengan bahan berasa asam atau hambar, seperti Mangga Muda atau Ketimun. Sensasi rasa asam, asin, dan pedas berpadu dalam mulut di tiap gigitannya. Tidak hanya Uyahwadi, Pencok-an juga biasa dinikmati dengan sambal kacang. Terbuat dari sedikit garam dan air hangat. Rasa bumbu yang cenderung manis, nikmat dengan Pencok-an yang berasa hambar, seperti pisang muda dan jambu air. Meskipun demikian, apapun bahan Pencokan-nya, sangat nikmat dimakan bersama Uyahwadi dan sambal kacang.
"lebih nikmat lagi kalau sudah makan begini, minumnya teh panas. Hhhmmm pas itu, apalagi sampai berkeringat, makin nyaman lok." ujar Acil.
Gambar 2. Pencok Mangga Muda dicocol dengan Uyahwadi
Mencok-an (Nge-Rujak) merupakan tradisi sederhana yang banyak ditemui di kota-kota di Indonesia. Belum ada yang mengetahui secara pasti, dari mana kebiasaan ini muncul dalam keseharian masyarakat Indonesia. Di Indonesia terdapat banyak jenis makanan ini dan memiliki caranya masing-masing dalam menikmati. Terdapat Rujak Cingur, Rujak Bebeg dari Cirebon, Asinan, Rujak Bulung dari Bali dan banyak lagi. Bahan yang beragam dari kombinasi buah dan sayur serta bumbu yang berbeda, membuat Rujak menjadi khas ditiap daerahnya.
Di balik kesederhanaan Mencok-an, makanan ini memiliki konsep kebersamaan yang kental, sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia. Bermula dari proses pengumpulan bahan yang akan di Pencok. Umumnya, para Ibu-Ibu saling berbagi dalam bahan, saling menyumbang sesuai yang tersedia didapurnya. Ada yang menyumbang ketimun, Mangga Muda, Pepaya, Pisang Muda, hingga Uyahwadi sebagai bahan pelengkap. Tak jarang, ada juga yang secara sukarela menyediakan tenaganya untuk mengolah bahan Pencok-an untuk siap dinikmati.
Gambar 3. Acil yang sedang menyiapkan bumbu Pencok-an
Pencok-an menjadi media kebersamaan warga untuk bercerita, berkeluh kesah, dan berbagai antar sesamanya. Mulai dari cerita di rumahnya, hingga disekitar lingkungan tempat tinggalnya. Tanpa adanya dorongan atau paksaan, warga berkumpul dan saling bersilaturahmi dalam Mencok-an. Seolah-olah, Mencok-an menjadi "stimulan" pengorganisasian warga agar berkumpul. menghilangkan rasa enggan dan pembatas antar warga. Mencok-an kemudian menjadi alat penguat hubungan sosial yang seimbang antara privasi dan komuniti. Menurut para Acil, kegiatan ini masih terus dan biasa dilakukan warga kampung, khususnya di Banjarmasin. Bukan keharusan, tapi hanya kebiasaan yang membawa warga menjadi satu dalam kebersamaan.
"Udah biasa aja kami Mencok gini, sama siapa aja, pake apa aja. Kada da paksaan suruh kumpul, nanti datang aja sendiri orang-orang" Ujar Acil Lamsiah, Ibu RT 19, Kampung Nelayan Kecil.
Tulisan ini ditulis oleh Muhammad Zulqisthi
Project Manager di Rujak Center for Urban Studies (RCUS)