Keindahan pemandangan dari Gunung Bromo memang tidak dapat dipungkiri. Baik di tingkat nasional hingga tingkat internasional, tempat ini berada dalam list destinasi wisata favorit yang wajib dikunjungi.
Gunung Bromo secara administratif meliputi empat kabupaten: Probolinggo, Pasuruan, Lumajang dan Kabupaten Malang. Sehingga, terdapat beberapa jalur yang dapat ditempuh untuk menuju tempat ini. Namun dalam artikel kali ini yang akan saya ceritakan adalah jalur menuju Gunung Bromo yang melalui jalur kabupaten Probolinggo, berdasarkan pengalaman pribadi saya selama menetap lebih dari sebulan disana.
Menempuh perjalanan dengan menggunakan tranposrtasi sepeda motor dari Surabaya, waktu yang saya habiskan kurang lebih sekitar 4 jam untuk mencapai Gunung Bromo. Meskipun sedikit melelahkan, namun rasa lelah seolah langsung hilang ketika menyaksikan keindahan pemandangan gunung ini. Kami sangat beruntung, karena saat itu sedang sedikit berawan, namun awan tersebut tidak menutupi puncak gunung, sehingga keindahannya bertambah.
(Photo Credit: KKN UGM Ngadisari)
Hal lain yang menarik perhatian saya adalah Desa Ngadisari, desa yang berada di ujung jalur perjalanan menuju Gunung Bromo, karena dari desa ini kita bisa setiap hari menyaksikan keindahan gunung Bromo. Oleh karena itu, tidak sedikit wisatawan yang berdatangan dan menginap ke desa ini.
Masyarakat Ngadisari sangat cerdas dalam memanfaatkan peluang ini, dimana banyak masyarakat yanga mendirikan homestay dengan harga yang relatif terjangkau (mulai dari Rp.100.000/malam), menyewakan kuda dan jeep untuk mengunjungi sejumlah daya tarik wisata, serta produk-produk UKM yaitu souvenir seperti kain sarung, sarung tangan, syal, dsb. Beberapa masyarakat menjadikan sektor pariwisata desa ini sebagai penghasilan utama, sedangkan sebagian masyarakat lainnya menjadikan sektor ini sebagai profesi sampingan selain bertani karena di desa Ngadisari ini kita bisa melihat hamparan ladang kentang, bawang, dan berbagai ladang lainnya.
(Photo Credit: KKN UGM Ngadisari)
Tidak hanya indah dan banyak fasilitas yang tersedia, hal lain yang cukup menarik pula adalah masyarakat Desa Ngadisari yang sangat ramah terhadap wisatawan. Baik dari anak-anak sampai orang dewasa, telah terbiasa dengan kehadiran wisatawan, Salah satu keramahan yang pernah saya rasakan ketika berada disana adalah ketika pemilik homestay baru saja memanen kentang, pemilik homestay menyisihkan beberapa kentang untuk dibagikan kepada kami.
Menurut saya, Desa Ngadisari ini sangat menarik untuk dijadikan sebagai model pembelajaran dalam mengembangkan desa wisata di sekitar objek-objek wisata lainnya. Karena keberadaan desa wisata ini memberikan simbiosis mutualisme baik bagi wisatawan maupun masyarakat. Selain wisatawan yang merasa sangat terbantu dengan keberadaan masyarakat sekitar, disisi lain masyarakat desa juga mendapat keuntungan ekonomi yang berasal dari aktivitas pariwisata ini. (/haf)
Ditulis oleh Hafi Munirwan
Mahasiswa Master of Urban Environmental Management,
Wageningen University, Netherlands.
(Email: hafi.munirwan@gmail.com, instagram: @hafimunirwan)