Jika kita menilik sejarah yaitu pada
tahun 1997, krisis ekonomi melanda negara-negara
di Asia akibat peningkatan nilai kurs dollar ($). Salah satu negara yang
mengalami pukulan telak dari penurunan nilai mata uang tersebut adalah
Thailand. Tercatat perekonomian Thailand menurun drastis jika dilihat dari
angka pendapatan perkapita yang terus merosot dari tahun 1997 hingga tahun
2001, yaitu dari 3.055 US$ menurun hampir setengahnya yaitu menjadi 1.832 US$ (Data World Bank
1997-2001).
Merespon penurunan ekonomi negara
Thailand, Perdana Menteri Thaksin Shinawaratra kemudian menerapkan
kebijakan-kebijakan untuk memulihkan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi di
Thailand. Salah satu kebijakan yang kemudian diterapkan adalah One Village One Product (OVOP), berasal
dari Prefektur Oita, Jepang. OVOP sebelumnya
telah terbukti mendorong pertumbuhan ekonomi lokal di Jepang. Sehingga berbagai
negara turut menerapkan kebijakan ini, diantaranya Filipina, China, Taiwan dan Thailand.
Kebijakan OVOP ini oleh pemerintah Thailand kemudian diperkenalkan dalam bahasa lokal yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat, yaitu One Tambon One Product (OTOP).
OTOP merupakan suatu konsep atau
program untuk menghasilkan suatu jenis komoditas unggulan yang ada di dalam
suatu kawasan tertentu. Pengertian kawasan dalam hal ini bisa meliputi suatu
area wilayah dengan luasan tertentu seperti wilayah kecamatan (tambon).
Pengembangkan OTOP didasarkan pada tiga filosofi:
1. Produk berkearifan lokal yang diterima secara global
2. Menghasilkan produk atas kreativitas penduduk lokal
3. Mengembangkan sumberdaya manusia
2. Menghasilkan produk atas kreativitas penduduk lokal
3. Mengembangkan sumberdaya manusia
Dari
ketiga filosofi tersebut dapat kita lihat bahwa OTOP mendorong peningkatan dan
pemberdayaan sumber daya manusia yang merupakan penduduk lokal. Meningkatnya
sumber daya manusia ini juga diiringi kemampuan produksi dan kreativitas
komoditas unggulan yang disesuaikan dengan kearifan lokal (local wisdom) serta memiliki mutu/kualitas berstandar internasional.
(Photo Credit: PWK UGM)
Program OTOP bertujuan untuk membangkitkan perekonomian Thailand dengan mengembangkan desa-desa melalui produk unggulan yang mereka miliki serta berdaya saing tinggi. Produk unggulan tersebut diolah di setiap kecamatan (tambon) yang ada di Thailand, untuk kemudian dipasarkan pada lokasi-lokasi strategis yang berada di Bangkok sehingga dapat memudahkan akses bagi masyarakat maupun wisatawan untuk memperolehnya. Beragam jenis produk unggulan yang telah berhasil dikembangkan melalui program One Tambon One Product (OTOP) antara lain : makanan, minuman, tekstil, kerajinan tangan, souvenir, perhiasan, serta tanaman obat.
Pemerintah Thailand memiliki peran yang
sangat penting dalam menginisiasi dan implementasi program OTOP. Di tingkat
nasional, kebijakan OTOP ini berjalan melalui integrasi antara Kementerian
Perdagangan, Kementerian Daerah Tertinggal, Kementerian Perindustrian, dan
Kementerian Pertanian. Seluruh pemerintah mendorong pemasaran dan promosi yang
terintegrasi antara pelaku produksi komoditas OTOP produsen dengan pasar
penjualan komoditas OTOP. Selain itu,
dalam rangka mengintegrasikan program OTOP
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah kecamatan (tambon), dan dalam tingkat desa (village) saling berkoordinasi dengan
saling memperhatikan kebijakan pada skup yang lebih luas.
Untuk mencapai kesuksesan program OTOP,
pemerintah melakukan implementasi secara bertahap dengan fokus yang
berbeda-beda setiap tahunnya. Pada tahun 2001, fokus yang dilakukan adalah
mengintegrasikan seluruh pemangku kebijakan skala nasional yaitu
kementerian-kementerian yang terkait. Pada tahun 2002, fokus yang dilakukan
adalah mencari produk-produk OTOP yang sesuai dengan potensi serta permintaan
pasar nasional dan pasar internasional. Pada tahun 2003, fokus yang dilakukan
adalah melakukan stimulasi bagi “tambon”
yang memproduksi OTOP melalui program OTOP
Product Champion (OPC). Pada tahun 2004, fokus yang dilakukan adalah
menentukan standar-standar produk OTOP dimana setiap produk OTOP diberikan “brand” yang berbeda berdasarkan kualitas
dari produk masing-masing.
Setelah memiliki produk-produk dan
standar yang jelas, maka pada tahun 2005 fokus yang dilakukan beralih kepada
pemasaran produk OTOP. Pada tahun 2006, masih dalam menstimulasi semangat
semangat para produsen OTOP maka kebijakan OTOP
Product Champion (OPC) mulai diterapkan. Pada tahun 2007, fokus yang
dilakukan adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui program Knowledge-Based OTOP. Pada tahun 2008,
dilakukan promosi untuk meningkatkan antusias masyarakat terhadap kewirausahaan
melalui program OTOP.
Pada tahun 2009, untuk menambah
pemasukan dalam bidang pariwisata maka dikembangkan OTOP Tourism Village. OTOP Tourism Village ini adalah
desa-desa wisata OTOP yang selain menjual produk-produk OTOP namun juga
menambah daya tarik wisatawan dengan memperlihatkan proses pembuatan
produk-produk OTOP ini secara langsung.
Dimulai pada tahun 2010, ketika program
OTOP sudah terlaksana dengan baik dari segi produksi, distribusi dan pemasaran
maka fokus yang dilakukan berganti menjadi OTOP
Sustainability. OTOP Sustainability
ini berkait dengan keberlanjutan program OTOP agar tetap berlangsung serta
lebih berkembang. Tujuan dari fokus ini adalah agar kesuksesan program OTOP yang telah dilakukan selama 10 tahun dan telah melibatkan lebih dari
22.762 desa serta lebih dari 1,3 juta tenaga kerja ini tetap bertahan. Sehingga
program OTOP ini terus berdampak terhadap kemajuan ekonomi lokal dan ekonomi
wilayah di Thailand. (/haf)
Ditulis oleh Hafi Munirwan
Mahasiswa Master of Urban Environmental Management,
Wageningen University, Netherlands.
(Email: hafi.munirwan@gmail.com, instagram: @hafimunirwan)